Jumat, 01 April 2016

PERBATASAN , KONFLIK DAN PERJANJIAN INDONESIA DENGAN NEGARA TETANGGA

                             
Perbatasan Indonesia Dengan Negara Tetangga

Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.499 pulau dan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2, serta panjang garis pantai yang mencapai 81.900 km2. Dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut, implikasinya, hanya ada tiga perbatasan darat dan sisanya adalah perbatasan laut. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara diantaranya Malaysia, Singapura, Filipina, India, Thailand, Vietnam, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Sedangkan untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, danTimor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km. Luasnya wilayah perbatasan laut dan darat Indonesia tentunya membutuhkan dukungan sistem manajemen perbatasan yang terorganisir dan profesional, baik itu ditingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi minimnya infrastruktur di kawasan perbatasan telah menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sebuah sistem manajemen perbatasan yang baik.
Adapun batas-batas wilayah laut Indonesia dengan negara-negara tetangga meliputi: (1) batas laut teritorial, (2) batas zona tambahan, (3) batas perairan ZEE, dan (4) batas landas kontinen. Yang dimaksud laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu negara pantai yang meliputi ruang udara dan laut serta tanah di bawahnya sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal. Zona tambahan mencakup wilayah perairan laut sampai ke batas 12 mil laut di luar laut teritorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal. ZEE adalah suatu wilayah perairan laut di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal; yang mana suatu negara pantai (coastal state) memiliki hak atas kedaulatan untuk eksplorasi, konservasi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Landas kontinen suatu negara meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang menyambung dari laut teritorial negara pantai melalui kelanjutan alamiah dari wilayah daratannya sampai ujung terluar tepian kontinen




Indonesia dengan Malaysia

 Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.

Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.

Perbatasan Indonesia Dengan Singapure










Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan.
Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat. 


Indonesia India 

Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

Indonesia Thailand
















Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara.
Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973. 

Indonesia Timur Leste

  Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta.

Indonesia Dengan Palau














Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan  1350.50” BT.
Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2. 

Indonesia Papua New Guinea

Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.

Indonesia Vietnam

Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”.
Vietnam memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.

Indonesia Filipina


Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973).


Indonesia Australia

Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973) Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974.




https://cindypuspitasarii.wordpress.com/2014/05/11/perbatasan-wilayah-indonesia-dengan-negara-tetangga/



Konflik-Konflik Didaerah Pertahanan Negara Indonesia Dengan Negara Lain.

Permasalahan yang paling sering muncul adalah sengketa perbatasan dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah darat maupun wilayah laut Indonesia. Selain itu, masalah kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan juga perlu diperhatikan.Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki perairan yang berbatasan langsung dengan negara lain.

Ada 10 negara tetangga yang perairannya berbatasan langsung dengan wilayah Nusantara. Mereka adalah Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua New Guinea, Australia, Republik Palau dan TimorLeste.

Untuk menegakkan  kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap.
Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17  tahun1985.
Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas.
Adapun batas-batas maritim Republik Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial Sea), batas perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga menjadikan daerah perbatasan rawan konflik.

Permasalahan batas laut merupakan hal mendasar yang seharusnya segera di selesaikan dan disepakati oleh kedua negara, bukan dengan saling menangkap kapal atau saling klaim wilayah perairan. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia seharunya lebih proaktif dalam penyelesaian batas laut dengan Negara tetangga, dengan demikian adanya keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang kuat bisa terealisasi.

  1. Kasus Ambalat
    Dalam kasus ini terjadi perbutan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia.
    Indoneisa melakukan pertemuan liberal gunamembahas masalahdengan perundingan, dan memutuskan Pulau Ambalat tetap sebagai wilayah NKRI.
  2. Kasus Wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datuk
    Dalam kasus ini terjadi perbutan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia.
    Melalui pertemuan Indonesia - Malaysia di Semarang pada tahun 1976. Memutuskan wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datuk menjadi bagian dari wilayah Malaysia.
  3. Kasus pulau Simakau
    Dalam kasus ini terjadi perdebatan kepemilikan pulau Simakau antara Indonesia dengan Singapura. Ternyata pulau yang dimaksud adalah dua pulau berbeda namun memiliki nama yang sama.
  4. Kasus Pulau Batik
    Dalam kasus ini terjadi perdebatan wilayah antara Indonesia dengan Timor Leste.
    Ketidak jelasan penentuan titik perbatasan memicu pemangku adat antara wilayah  Amyoung dan Ambenu, Pemangku adat ingin menyelesaikan titik batas dan meminta izin pemerintah pusat untuk memfasilitasi kegiatan tersebut.Kedua negara belum diperbolehkan beraktivitas di daerah perbatasan tersebut.
  5. Kasus Pulau Miangas
    Dalam kasus ini terjadi perebutan wilayah antara Indonesia dengan Filiphina.
    Dinyatakan lebih lanjut dalam protocol perjanjian ekstradisi Indonesia - Filiphina mengenai devisi wilayah Indonesia yang menegaskan Pulao Miangas adalah milik Indonesia atas dasar putusan Mahkamah Arbritase Internasional 4 April 1928.
  6. Kasus Pulau Nipa
    Dikarenakan eksploitasi pasir pantai oleh warga yang dijual kepada Singapura mengakibatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami pergeseran perbatasan, oleh karena itu KemHam melakukan reklamasi terhadap pulau Nipa.

Perjanjian Antara Negara Indonesia Dan Negara Tetangga

Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, antara benua Asia dan benua Australia, dan pada pertemuan dua rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean. Indonesia memiliki garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan, baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.
Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik, seperti :

1. Indonesia-Malaysia
Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal tersebut membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970.
Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional.

Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Batas landas kontinen, sesuai dengan hukum laut internasional, merupakan batas yang memisahkan dasar laut dua atau lebih negara. Batas landas kontinen tersebut tidak mengatur batas tubuh air. Sehingga secara umum, batas landas kontinen ini berlaku dalam hal pengelolaan lapisan di bawah laut (dasar laut) yang biasanya digunakan untuk pertambangan lepas pantai (off shore).

Masalah yang sering terjadi :
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.

2. Indonesia-Singapura
Batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura ditentukan atas dasar hukum internasional. Perjanjian ini didasari atas Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara juga turut meratifikasi UNCLOS. Ratifikasi dari batas wilayah laut yang disetujui ini merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973. Sementara perjanjian terbaru yang diratifikasi, mempertegas batas wilayah laut dari Pulau Nipa hingga Pulau Karimun Besar. Sedangkan pada sebelah barat, pihak keamanan dan petugas navigasi dari kedua negara dapat melaksanakan tugas mereka secara signifikan tanpa ada gangguan di wilayah Selat Singapura.

Perjanjian ini akan menentukan dasar hukum bagi petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan navigasi, penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum yang berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah perbatasan mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara Bintan serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Penyelesaian batas wilayah timur ini masih menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia yang masih harus dilakukan usai Pengadilan Internasional memerintahkan Singapura dan Malaysia untuk melakukan perundingan pada 2008 lalu.

Masalah yang sering terjadi :
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.

3. Indonesia-Filipina
Proses perundingan batas maritim RI – Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007 telah mencapai kemajuan yang signifikan dengan dihasilkannya kesepakatan atas garis batas diantara kedua Tim Teknis Perunding. Saat ini proses perundingan masih tertunda karena persoalan internal di pihak Filipina, yaitu dikeluarkannya Republic Act No. 9522 bulan Maret 2009, yang berisikan perubahan dari penetapan titik-titik dasar garis pangkal (baseline) negara kepulauan Filipina, yang sebelumnya ditetapkan dalam Republic Act No. 3046 tahun 1961 dan Republic Act No. 5446 tahun 1968. Pada kesempatan pertemuan bilateral tingkat kepala negara antara RI-Filipina yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2011, Menteri Luar Negeri kedua negara telah menandatangani Joint Declaration between the Republic of Indonesia and the Republic of the Philippines concerning Maritime Boundary Delimitation, yang intinya:
-        Mempercepat proses penyelesaikan penetapan batas  maritim RI-Filipina sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982.
-        Menginstruksikan Tim Teknis Bersama Penetapan Batas Maritim antara Republik Indonesia dan Republik Filipina untuk bertemu dalam waktu yang secepat mungki.

Masalah yang sering terjadi :
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.

4. Indonesia-Thailand
Batas Landas Kontinen telah diselesaikan. Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara terletak di Selat Malaka dan laut Andaman. Perjanjian ini ditandatangai tanggal 17 Desember 1971, dan berlaku mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas ZEE masih dirundingkan. Pertemuan penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal  25 Agustus 2010 di Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan parlemen untuk berunding.

Masalah yang sering terjadi :
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.

5. Indonesia-Vietnam
Indonesia dan Vietnam telah menyelesaikan perjanjian batas Landas Kontinen pada tahun 2003. Batas landas kontinen antara Indonesia – Vietnam ditarik dari pulau besar ke pulau besar (main land to main land). Dalam perjanjian tersebut Indonesia berhasil meyakinkan Vietnam untuk menggunakan dasar Konvensi Laut UNCLOS 1982. Dengan demikian prinsip Indonesia sebagai negara Kepulauan telah terakomodasi. Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Vietnam yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE. Pertemuan pertama untuk membahas garis batas ZEE telah dilangsungkan pada bulan Mei 2010 di Hanoi dan telah dilanjutkan pada pertemuan terakhir bulan Juli 2011 di Hanoi. Kedua negara kini tengah menjajaki untuk mempelajari proposal garis batas ZEE masing-masing.

Masalah yang sering terjadi :
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.

6. Indonesia-Australia
Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi wilayah  yang sangat luas, terbentang lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan P.Chrismas. Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah ditentukan dan disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi Genewa 1958) maupun sesudahnya. Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor Leste yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali secara trilateral antara RI – Timor Leste – Australia.
Secara Garis besar perjanjian batas maritim Indonesia – Australia dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
-  Perjanjian  perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
-  Perjanjian perbatasan pada tanggal  9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
-  Perjanjian perbatasan maritim pada tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia Australia dari perairan selatan P.Jawa termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore dan P.Chrismas.
Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian Timor Gap yang dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut ”Zone Of Cooperation”. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9 Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian ini secara otomatis menjadi batal.

Masalah yang sering terjadi :
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.

7. Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

Masalah yang sering terjadi :
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau  Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

8. Indonesia-Papua Nugini
Batas darat Indonesia dan Papua New Guinea didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas Indonesia dan Papua Nugini. Ditandatangani pada Tanggal 12 Februari 1973 di Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan demarkasi batas darat antara kedua negara. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral 1973, telah didirikan 14 pilar MM di sepanjang perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. Titik-titik tersebut ada di 141° Bujur Timur, mulai dari pilar MM1 sampai dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11 sampai dengan pilar MM14 berada pada meridian 141° 01’ 10". Pilar MM10 dan MM11 batas kedua negara mengikuti Thalweg dari sungai Fly. Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983- 1991, sesuai amanat Pasal 9 Perjanjian 1973 antara Indonesia dengan Papua Nugini, telah didirikan 38 Pilar MM baru. Sehingga sampai saat ini telah berdiri 52 pilar MM di sepanjang garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru tersebut saat ini masih tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration) yang ditandatangani oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan.

Masalah yang sering terjadi :
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

8. Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.

Masalah yang sering terjadi :
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah,  bahasa Indonesia,  serta berinteraksi secara  sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.  Persamaan  budaya dan ikatan   kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,  dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,  dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.  Disamping itu,  keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan  perbatasan di kemudian hari.

10.  Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan  ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.

Masalah yang sering terjadi :

Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar